Sosio antropologi
INDONESIA MENGAJAR SEBAGAI JEMBATAN PENDIDIKAN
DI KABUPATEN BLORA JAWA TENGAH
Rantyka Enggar, Mella
Saraswati, Mirza Dwi, Nur Haida, Rinda Pranita
ABSTRAK
Blora
merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Jawa Tengah, dimana
sebagian besar penduduknya yang berada di pedesaan bermata pencaharian petani
dan sebagian besar penduduk perkotaan bermata pencaharian sebagai pegawai
pemerintahan dan swasta. Selain perbedaan pekerjaan ada kesenjangan lain yang
lebih terasa yaitu pendidikan Pendidikan di wilayah kota dan desa memiliki
perbedaan yang sangat mencolok. Kesenjangan ini dapat dilihat dari perbedaan
fasilitas pendukung dalam hal sarana prasarana pembelajaran serta, bangunan
sekolah, dll.
Kata
kunci : kesenjangan sosial, pendidikan, fasilitas pendukung
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Blora merupakan kabupaten
yang memiliki 16 kecamatan, dimana dua kecamatan merupakan perkotaan dan
sisanya masuk dalam kategori pedesaan. Perbedaan antara desa dan kota
menimbulkan kesenjangan sosial dalam hal pendidikan. Data yang diperoleh dari
Statistik Pendidikan Kabupaten Blora, tercantum bahwa pendidikan yang
ditamatkan hingga perguruan tinggi oleh penduduk perkotaan mencapai 9,46 %
sedangkan penduduk pedesaan hanya 2,26 % dari sejumlah penduduk yang berusia 15
tahun ke atas. (Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas
menurut Tipe Daerah dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Kabupaten Blora,
2015)[1]
Kesenjangan
sosial (Soekanto, 1986) adalah
suatu keadaan ketidakseimbangan sosial yang ada dalam masyarakat yang
menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok.[2]
Kesenjangan sosial tersebut disebabkan oleh masalah sosial, yakni tidak adanya
persesuaian antara ukuran – ukuran dan nilai – nilai sosial dengan kenyataan –
kenyataan serta tindakan – tindakan sosial. Sedangkan Pendidikan menurut Undang Undang SISDIKNAS no.
20 tahun 2003, adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya peserta didik
dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki pengendalian
diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan spiritual
keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia.
Kesenjangan pendidikan ini
timbul karena perbedaan kualitas sarana dan prasarana pendidikan antara
perkotaan dan pedesaan. Baik fasilitas dari segi bangunan sekolah hingga
fasilitas dari sarana penunjang pembelajaran seperti laboratorium sekolah serta
pemanfaatan kecanggihan teknologi yang terus berkembang semakin pesat.
Kesenjangan pendidikan tidak
bisa dibiarkan berlarut – larut, karena hal tersebut mempengaruhi sumber daya
manusia yang dihasilkan guna untuk perkembangan masyarakat di wilayah kabupaten
Blora. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di pedesaan. Sehingga, tidak ada kesenjangan pendidikan antara
pendidikan di perkotaan dengan pendidikan di pedesaan. Cara tersebut, dapat dilakukan
dengan melalui usaha masyarakat yaitu kegiatan Indonesia Mengajar.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis akan membahas tentang 1) Pengertian Kesenjangan
Pendidikan, 2) Faktor Penyebab Timbulnya Kesenjangan Pendidikan, dan 3) Cara
Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Pedesaan.
PEMBAHASAN
A.
Kesenjangan
Pendidikan
Kesenjangan sosial diartikan sebagai kesenjangan
(ketimpangan) atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan
sumber daya yang tersedia. (Nur Rois, 2012).[3] Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer,
seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat
berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan
hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan pengembangan karir, dan lain-lain. Dalam masalah pendidikan, Kabupaten Blora mengalami permasalahan yaitu
kesenjangan pendidikan antara perkotaan dengan pedesaan.
Hingga saat ini memang belum terjadi pemerataan
pendidikan baik fasilitas sarana prasarana, sampai siswa-siwanya yang kelak
menjadi generasi penerus bangsa. Sekolah yang kualitasnya bagus karena memiliki
pengajar yang kompeten, fasilitas lengkap, dan siswa-siswanya cerdas akan
semakin bagus. Sedangkan sekolah yang kualitasnya sedang justru sebaliknya.
Sekolah yang kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi bertambah buruk.
Sama halnya di Kabupaten Blora, sekolah di perkotaan setiap
bulannya selalu mengalami perbaikan dan peningkatan baik dalam prasarana maupun
kualitas pendidikannya, namun di daerah pedesaan peningkatan dalam bidang
pendidikan sangat jarang sekali dilakukan. Dalam satu semester sekolah di pedesaan belum tentu mengalami
peningkatan, bahkan cenderung kerusakan cenderung semakin bertambah parah.
B.
Faktor
Penyebab Timbulnya Kesenjangan Pendidikan
Kesenjangan Pendidikan di Kabupaten Blora dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah :
1.
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Perbandingan
Sekolah
Kualitas pendidikan di desa untuk sarana fisik misalnya,
banyak sekali sekolah di Kabupaten Blora khususnya pedesaan yang gedungnya
rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak
lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak
memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung
sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan bahkan
belajar di tempat yang tidak layak dan sebagainya.
Dibandingkan dengan kualitas sarana fisik yang ada di
kota-kota besar, mereka memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai, mulai dari
bangunan yang mewah, penggunaan media belajar yang lengkap, laboratorium,
perpustakaan,dan sebagainya.
Berdasarkan data dari Jendela Pendidikan dan
Kebudayaan , Kabupaten Blora memiliki 772 sekolah dasar, dimana hanya 47% yang
memiliki perpustakaan, dan hanya 4% yang memiliki laboratorium. [4]
Dari data – data di atas dapat diketahui bahwa,
banyak sekolah – sekolah khususnya sekolah dasar yang memiliki sarana prasarana
yang terbatas, untuk perpustakaan saja tidak ada separuhnya, bahkan untuk
laboratorium hanya 4% dari semua sekolah, dan itupun hanya sekolah – sekolah
yang terdapat di perkotaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa, memang masih
terbatasnya sarana prasarana untuk mendukung proses pendidikan. Sehingga,
mengakibatkan adanya kesenjangan sosial dalam bidang pendidikan di Kabupaten
Blora.
2.
Faktor Infrastruktur
Aspek sarana dan prasarana yang berkaitan dengan
tercapainya pendidikan tidak hanya jumlah dan kondisi gedung sekolah atau
tempat-tempat pendidikan, tetapi juga akses menuju tempat pendidikan tersebut
yang dalam hal ini berupa kondisi jalan sehingga menghambat penyaluran bantuan
dari pemerintah seperti buku-buku pelajaran ke daerah yang sulit dijangkau.
Dimana, untuk sekolah yang jauh dari pusat kota Blora
akan mengalami kesulitan dalam menyalurkan buku – buku bacaan untuk koleksi
perpustakaan. Selain itu, ada hal lain yang menjadi masalah berkaitan dengan
perkembangan teknologi yaitu penggunaan internet.
Sebanyak 64,33% peserta didik di perkotaan yang
berusia 10 tahun ke atas telah menggunakan kecanggihan teknologi berupa
internet, sedangkan hanya 44,33% peserta didik di pedesaan yang menggunakannya.
[5]
Selisih yang cukup signifikan tersebut tentu mempengaruhi kualitas dari peserta
didik. Hal ini karena penggunaan teknologi internet kini menjadi bagian yang
penting dalam proses pendidikan.
3.
Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering
muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat kurang mampu
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih
dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite
Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya
unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih
luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu
berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan
anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah,
dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara
terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.selain itu, mahalnya biaya
pendidikan menyebabkan banyaknya anak putus sekolah karena tidak mampu
menjangkau biaya yang tinggi.
Selain itu, dapat dilihat pula bahwa pengeluaran yang
dilakukan masyarakat perkotaan untuk biaya pendidikan lebih tinggi daripada
masyarakat pedesaan. Masyarakat perkotaan rata – rata pengeluaran perkapita
untuk biaya pendidikan perbulannya mencapai 5.086.000 rupiah, sedangkan masyarakat
pedesaan hanya 3.386.000 rupiah.[6]
Dari pendapatan pengeluaran perkapita tersebut dapat
dilihat bahwa masyarakat perkotaan yang ada di kabupaten Blora lebih cenderung
mengeluarkan banyak uang untuk pendidikan dibanding dengan daerah pedesaan.
Tentu hal tersebut juga mempengaruhi bagaimana kualitas pendidikan yang
diterima oleh peserata didik.
C.
Cara
Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Pedesaan
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan yang ada di pedesaan Kabupaten Blora agar tidak mengalami
kesenjangan dengan pendidikan yang ada di perkotaan, adalah dengan melaksanakan
kegiatan Gerakan Indonesia Mengajar.
Gerakan Indonesia Mengajar merupakan gerakan sosial yang
digagas oleh Anies Baswedan. Tujuannya tak lain hanyalah untuk ikut serta
berperan dalam membantu meningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa demi masa
depan Indonesia yang lebih baik. Indonesia Mengajar adalah sebuah gerakan yang
ingin mengajak banyak orang di negeri ini untuk kembali meningkatkan kepedulian
mereka terhadap dunia pendidikan demi masa depan bangsa. Indonesia
Gerakan Indonesia Mengajar memandang bahwa kualitas
pendidikan harus diperhatikan sejak tingkat paling bawah, yaitu tingkat sekolah
dasar. Indonesia Mengajar memandang bahwa dengan melakukan pembinaan dan
pengajaran bagi siswa di sekolah dasar secara berkelanjutan, hal itu diharapkan
mampu memberikan fondasi yang kuat bagi kelanjutan pendidikan siswa yang
bersangkutan. Indonesia Mengajar merekrut sarjana-sarjana yang berasal dari
berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta, dari dalam dan luar negeri
untuk menjadi Pengajar Muda, garda terdepan dalam pencapaian visi gerakan
tersebut.
Di Kabupaten Blora gerakan Indonesia Mengajar dilakukan oleh
sekelompok Mahasiswa asli Blora dari berbagai universitas. Dalam kegiatan ini
Mahasiswa memberi banyak pengalaman pembelajaran bagi siswa – siswa di daerah
pedesaan. Selain memberikan pembelajaran, para pengajar juga memberikan
motivasi kepada siswa – siswa untuk terus mengembangkan dirinya serta dilakukan
pula kegiatan bakti sosial. Kegiatan bakti sosial dapat melalui pemberian buku
untuk sumber referensi atau dapat juga pemberian alat pembelajaran untuk
menunjang sarana prasarana agar tidak tertinggal dengan pendidikan yang ada di
pusat kota Blora.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab pembahasan,
penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa Penyebab Terjadinya Kesenjangan
Kualitas Pendidikan di Kabupaten Blora ada banyak sekali factor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya sarana fisik,
mahalnya biaya pendidikan, rendahnya sarana prasarana pendukung
pembelajaran. Namun sebenarnya yang menjadi
masalah mendasar dari pendidikan di Kabupaten
Blora adalah
terbatasnya sarana prasarana pendidikan. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat
untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Kabupaten
Blora. Salah satu
upaya mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan Gerakan Indonesia Mengajar
di area pedesaan di Kabupaten Blora.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat
Statistik Blora. 2016. Statistik Pendidikan Kabupaten Blora
2015. BPS : Blora.
Kemendikbud.
2018. Jendela Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Blora. http://jendela.data.kemdikbud.go.id/jendela/index.php/chome/dashboard/ . Diakses
pada 31 Desember 2017
Rois,
Nur. 2012. Kesenjangan Sosial Di Dunia Pendidikan. Yogyakarta : Jurnal
Psikologis Pendidikan
Undang
– Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
[1]Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Tipe Daerah dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Kabupaten Blora, Hal 33, Statistik Pendidikan Kabupaten Blora 2015, Badan Pusat
Statistik Blora
[2] Rois,
Nur. 2012. Kesenjangan Sosial Di Dunia Pendidikan.
Hal 27
[3] Ibid.
Rois Nur.Hal 28
[4]Data
Presentasi Perpustakaan dan Laboratorium Kabupaten Blora. http://jendela.data.kemdikbud.go.id/jendela/index.php/chome/dashboard/
[5] Persentase Siswa Usia 10 Tahun ke Atas yang
Mengakses Internet selama Tiga Bulan Terakhir Kabupaten Blora, 2014 – 2015. Ibid. Hal 10.
[6] Rata –
rata Pengeluaran Per Kapita Biaya Pendidikan Tiap Bulan menurut Tipe Daerah dan
Jenis Pengeluaran Kabupaten Blora, 2015, Statistik Pendidikan
Kabupaten Blora 2015, Badan Pusat Statistik Blora
Comments
Post a Comment