Kumpulan Cerita Rakyat


<![endif]-->
Kumpulan Cerita tentang daerah magetan
1.     ASAL USUL DESA TEGUHAN
Dahulu kala, ada sebuah kerjaan yang terletak di daerah Setono, Jiwan,Madiun.Diantara luasnya kerajaan, terdapat sebuah desa yang masih berupa hutan lebat dan mustahil untuk dibabat.demi sebuah keinginan untuk memajukan kerajaan setono, sang raja bertekad untuk mengubah hutan tersebut menjadi sebuah perkampungan. Dibabatlah hutan tersebut oleh saang raja dengan dibantu oleh para prajuritnya. Di sela – sela proses pembabatan yang dipimpin oleh raja, salah seorang prajurit tetusuk pusaranya di sebuah sendang tak jauh dari tempat ia terluka. Dalam sekejap, luka tersebut hilang setelah air sendang dibasuhkan ke luka prajurit. Merekapun memberi nama sendang yang ada di tengah hutan tersebut dengan sebutan sendang puser. Raja dan prajuritnya harus menghabiskan waktu selama berhari – hari untuk membabat hutan tersebut. Kelelahan dan kewalahanpun menghampiri prajurit namun sang raja tidak berputus asa. Dengan segenap keteguhan dan semangat yang membara, ia terus mendorong dan juga semangat yang membara, ia terus mendorong semangat para prajuritnya untuk terus membabat hutan. Kerja keras dan keteguhan semangat yang ada pada mereka akhirnya membuahkan hasil. Terbabt habislah pohon – pohon yang ada di hutan tersebut. Dari sanalalh hutan tersebut menjadi sebuah Desa Teguhan.

2.     Asal usul desa klumutan
Klumutan adalah sebuah desa yang terletak di saradan, madiun. Desa ini dulunya merupakan sebuah hutan yang tidak berpenghuni. Penduduknya berasal dari daerah Grobogan. Mereka melarikan diri dari gerobogan karena daerah tersebut diserang oleh penjajah belanda. Daerah mantren menjadi pilihan bagi mereka untuk melarikan diri, karena di daerah ini banyak mantri yang bisa membantu mereka. Namun syang, baru tinggal beberapa hari di daerah mantren, mereka kedatangan penjajah dari jepang.  Penjajah jepang menghendaki penduduk untuk mengosongkan daerah Mantren. Sampai pada akhirnya mereka terpaksa meninggalkan daerah mantren dan berpindah ke sebuah hutan yang belum berpenghuni. Mereka memutuskan untuk menempati hutan tersebut sebagai tempat tinggal. Mereka menjalani kehidupan seperti semula sebagai penduduk yang tentram tanpa gangguan dari penjajah. Tibalah di suatu hari, seekor banteng liar datang dan mengamuk serta merusak tempat tinggal penduduk. Rasa takut dan cemas tak menghalangi penduduk untuk hidup tentram dan damai, sehingga dengan berani mereka memutuskan untuk mengejar dan menangkap banteng yang telah membuat tempat tinggal mereka kacau. Dalam pengejaran yang berlangsung cukup lama, banteng pengacau akhirnya tergelincir di bibir jurang yang ditimbuhi banyak lumut. Banteng itupun jatuh ke jurang dan mati. Peristiwa tersebutlah yang melatar belakangi penduduk untuk memberi mereka dengan sebutan desa klumutan.

3.    Tradisi tolak bala di Petirtaan Dewi Sri ( Desa Simbatan Magetan)
Petirtaan dewi sri merupakan salah satu situs budaya yang masih dijaga oleh masyarakat Desa Simbatan Magetan. Pada setiap jum’at minggu pertama di Bulan Suro, masyarakat menguras sumur tua yang terletak tidak jauh dari petirtaan lalu menguras kolam dan memindahkan ikan – ikan yang terdaoat di dalaamnya ke tempat penampungan sementara. Selain menguras sumur Gumulungan dan Petirtaan Dewi Sri, mereka juga mengundang seorang penri untuk menarik tarian yang menggambarkan kegiatan ikan – ikan yang berada di kolam dewi sri.
Tradisi yang telah mengakar kuat di desa ini merupakan wujud pengakuan masyarakat terhadap dewi Sri. Masyarakat sangat menjunjung tinggi tradisi lama ini. Hingga kini, keberadaan situs petirtaan Dewi Sri di Desa Simbatan Magetan masih digunakan sebagai tempat ritual – ritual budaya masyarakat setempat.msyarakat percaya bahwa di petirtaan ini terdapat makhluk halus yang menjaga masyarakat di desa mereka. Egala hajat yang diinginkan warga dapat terkabul dengan memohon kepaa penghuni gaib petirtaan Dewi Sri dengan syarat, meraka harus melakukkan ritual dengan persyaratan yang benar.

4.    Asal usul desa sampung Ponorogo
Menurut cerita dari nenek moyang dan tetua masyarakat Desa
Sampung, nama desa ini berasal dari nama seorang pemudaa dan hutan berduri. Dulunya desa ini merupakan sebuah hutan belantara yang ditinggali oleh kurang lebih dari 90 Orang. Orang – orang ini mendapatkan makanan dari tempat tinggal mereka yang sempit. Seiring dengan berjalannya waktu, warga mulai kesulitan untuk mencari makanan. Seorang pemuda bernama sam berinisiatif untuk mencari tempat lain yang memiliki banyak persediaan makanan. Pemuda itupun menemukkan sebuah hutan belantara yang ditumbuhi banyak duri pung. Pemuda tersebut ragu untuk meneruskan niatnya membabat hutan. Namun dengan keadaan yang mendesak dan menghindari kelaparan yang berkelanjutan, pemuda itupun membabat hutan selama kurang lebih 14 hari. Masyarakatpun berpindah ke hutan yang dibabat oleh sam. Dari sanalah, tempat baru yang mereka tinggali itu diseut Dengan Desa Sampung.

5.    Asal – usul desa gendingan
Ratusan tahun lalu, hiduplah seorang bupati bernama kanjeng Kertonegoro. Beliu memiliki seorng patih bernama Ronggolano. Ronggolono merupakan seorang patih yang bijaksana dan memiliki petuah besi kuningan yang diselipkan di blangkonnya. Bupati kanjeng ketonegoro juga memiliki seorang budak bernama Gurnito. Budak ini memiliki kuda yang dijuluki dengan pagerwojo dan cluntang. Keduanya dapat terbang ke angkasa. Gurnito juga memiliki beberapa ekor kerbau. Apabila kerbau tersebut makan rumput salah seorang warga, maka warga tersebut akan menjadi kaya. Bupati, patih dan budaknya tersebut tinggal bersama rakyatnya di sebuah tempat dan tidak berpindah – pindah. Bupati kanjeng kertonegoro dijuluki sebagai kanjeng dingan, yang artinya “tidak berubah”. Bekas tempat tinggal kanjeng dingan inilah yang akhirnya disebut dengan desa gendingan.

6.    Asal mula desa kesongo
Pada suatu hari, terjadilah kesepakatan diantara sepuluh anak penggembala di sebuah daerah. Mereka berniat untuk penggembalaan. Salah seorang diantarannya mengalai sakit kulit yang sangat parah. Namun penyakit tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk ikut menggembala. Di tengah perjalanan, mereka menemukan sebuah sungai yang jernih, tanpa berpikir panjang, kesepuluhnya menceburkan diri untuk mandi di sungai tersebut. Mandilah mereka di sungai tersebut. Tidak lama kemudian, petir dan gemuruh kemudian mereka berlari untuk mencari tempat berteduh. Tidak jauh dari sungai tersebut, mereka menemukkan sebuah goa. Berteduhlah mereka disana. Selang beberapa menit, mereka mencium bau yang tidak sedap di dalam goa. Ternyata bau tersebut berasal dari salah seorang anak yang terkena penyakit kulit. Kesembilan anak lainnya tidak kuat mencium bau tersebut. Akhirnya mereka mendorong keluar anak yang memiliki penykit kulit tersebut. Sang anak yang dikucilkan itupun mencoba berdiri dan berkata di depan mulut goa. Namun belum selesai ia bicara, mulut goa tersebut tertutup rapa. Sang anak yang dikucilkan tersebut baru menyadari, bahwa yang mereka jadikan tempat berteduh bukanlah sebuah goa, melainkan seekor ulr raksasa yang membuka mulutnya. Kesembilan anak yang masuk ke mulut ular itupun tidak dapat keluar lagi. Anak yang selamat dari mulut ular kembali ke tempat tinggalnya dan menceritakan kepada masyarakat mengenai apa yang telah ia alami. Dari sanalh daerh tersebut dijuluki dengan desa kesongo. Kesongo berasal dari bahas jawa yang artinya kesembilan. Kata kesembilan menandai sembilan anak yang masuk di mulut ular.

7.    Asal mula jaka Budhuk
Arya bangsal adalah seorang putra mahkit yang akan dinobatkan menjadi raja penerus ayahandanya. Namun sebelum dinobatkan untuk menggantikan sang Raja, ia diperintahkan untuk pergi mengelana. Sang ayah menhendaki putra mahkotanya mendapat pelajaran hidup secara langsung. Rya bangslpun pergi meninggalkan kerajaan tanpa seorangpun yang menemani. Kehidupan arya berubah seketika. Ia yang dulunya hidup berkecukupan, berthtakan putra mahkotadan disuguhi segala kebutuhan yang ia perlukan, kini menjadi seorang pemuda papa. Arya pergi jauh mengelana mendaki gunung, menyeberangi sungai, melewati jalanan terjal, bertemu dengn binatang buas, tertusuk duri, dan lain sebagainnya. Tubuhnya yang kekar kini berubah menjadi kurus kering. Luka memar yadan goretan tersebar di sekujur kaki hingga kepala, orang –orang yang bertemu dengganya menyebut arya dengan sebutan Jaka Budhuk, yang artinya pemuda dengan luka.
Suatu hari, Arya sampailah di sebuah desa bernama babadan. Di desa inilah ia bertemu dengan seorang janda tua. Rasa ksihan janda tua kepada Arya melebihi kejijikannya melihat luka yang tersebar di tubuh kurus Arya. Rya malu dengan keadaan tubuhnya, itu sebabnya ia engga keluar dengan keadaa tubuhnya, itu sebabnya ia enggan keluar rumah dan hanya sesekali membantu pekerjan luar rumahjanda tua. Ia habiskan waktunya untuk merenung dan bersemedi kepada sang pencipta. Ia teringat pesan ayahandanya, bahwa ia harus menjadi kesatria yang berbudi luhur, bijak dan matang jiwa raga. Dengan sabar dan ikhlas, sang janda merawat Arya hingga sang p[utra mahktotapun sehat kembali.



Comments

Popular posts from this blog

Lagu Sayang dan makna bahasa jawa

Teaching Writing

Evaluasi pembelajaran dalam literasi