Perkembangan Seni Rupa Menurut Usia

PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK 

 A. Tipologi gambar anak Gaya ungkapan sering diluapkan dalam pelaksanaan pendidikan seni rupa.  Apabila kita mencoba mengumplukan tulisan sejumlah orang, maka dengan mudah kita akan melihat perbedan gaya ungkapan tulisan mereka. Padahal mereka sama – sama belajar menulis, akan tetapi setelah menulis sudah tidak lagi bagian belajar. Setelah kegiatan menulis menjadi kegiatan spontan, mak setiap orang menghasilkan gaya tulisan berbeda – beda. Dalam kegiatan menggambarkan kebanyakan dilakukkan dengan tidak spontan. Bahkan dilakukkan dengan ragu – ragu terutama oleh anak – anak besar yang tidak berbakat seni rupa,maka gaya ungkapannya tidak tampak sama sekali. Gambar anak dapat mencerminkan karakter anak. Apa yang digambarkan mencerminkan karakter anak, apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat kemudian dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang ia pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan. Anak dapat meniru alam, mengubah, mengurangi atau menghilangkan sebagian objek yang digambarkannya. Perbedaan karakter tipologi gambar anak terletak pada tingkat usia anak. Sementara itu, penggolongan karya gambar anak menurut Victor Lowenfeld terbagi menjadi : 

1. Tipe visual Tipe visual adalah gambar anak yang menunjukkan kecenderungan bentuk yang lebih visual – realistic (memperlihatkan kemiripan bentuk gambar sesuai objek yang dilihatnya, atau objektif). Gambar yang diungkapkan memntingkan kesamaanya karya dengan bentuk yang diha\yatinya serta memperhitungkan proporsinya secara tepat. Penggunaan ruang telah terasa dengan cara membuat keill objek gambar benda yang jauh. Begitu pula pengusaan warna, pemakaian warna sesuai dengan warna – warna pada bendanya. Batas batas tertentu gambar atau lukisan anak yang tergolong tipe visual dapat dipersamakan dengan lukisan karya pelukis naturalistis, yang membuat lukisannya sangat teliti, karena ingin menggambarkan keadaan sebagaimana kelihatannya (dari pengalaman visual). 

2. Bertipe haptik Gambar anak yang memiliki tipe haptik menunjukkan kecenderungan ke arat kebentukan yang lebih visual-emosional stau upaya penggambaran secara subyektif yang berisi tentang ekspresi pribadi dalam merespon linkungannya. Benda yang digambarkan merupakan reaksi emosional melalui perabaan dan pengahayatannya di luar pengamatan visual. Biasanya benda yang dianggap penting digambarkan lebih penting dibuat dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan benda yang kurang penting. Dalam gaya lukisan, gambar anak yang bertipe haptik dapat disamakan dengan lukisan bergaya ekspresionisme. Lukisan ekspresionisme adalah karya lukis yang memperlihatkan ungkapan rasa secara spontan, dan sebagai pernyataan obyektif dari dalam diri pelukisnya(Inner States). Lukisan yang bersifat ekspresionitis nampak berkesan sangat subjektif dari kebebasan pribadi masing – masing pelukisnya. 

B. Sifat Lukisan/Gambar Anak Gambar anak memiliki keunikan dibandingkan dengan oranfg dewasa. Hal ini terjadi karena anak – anak masih memilihi keaslian dalam tata ungkapan emosinya dalam bentuk gambar atau karya. Secara khusus, berikut ini disarikan berdasarkan pendapat Soesatyo (1994 :32-33) bahwa sifat lukisan (gambar) anak – anak sebagai berikut : 

1. Ideographisme lukisan ini merupakan ekspresi berdasarkan pengertian dan logika anak, contoh : anak melukis muka manusia dari samping, meskipun dalam kenyataan peglihatan. Amatanya nampak sebuah saja, tetapi berdasarkan pengertian anak bahwa manusia itu bermata dua, maka dilukislah kedua mata itu disamping. 

2. Steorotif atau otomatisme ciri gambar anak yang kedua adalah ditemukannya gejala umum penggambarann bentuk benda secara berulang – ulang dengan ukuran yang monoton. Gejala ini dinamakan stereotipe. Misalnya figure manusia yang diulang dalam bentuk yang sama meski warnanya berbeda – beda. Atau bunga – bunga yang sama diulang – ulang. Bahkan sampai pada tema yang terus diulang – ulang. 

3. Gejala finalitas sungguh unik bila kita cermati dan amati gambar anak, anak menggunakkan peristiwa yang mengandung unsur rung dan waktu. Biasanya anak melukiskan manusia atau makhluk hidup lainnya dalam gerak. Penggambaran suatu peristiwa yang sedang terjadi divisualisasikan dengan membuat objek gambar yang diulang – ulang. Naumn tidak semua bagian atau anggota badan dilukis, hanya yang perlu – perlu sajaatau yang dirasakan penting dalam tema lukisan, misalnya ibu sedang menyapu, dilukis hanya satu tangan saja yang memegang sapu itu, sedang tangan yang satu yang tidak berperan tidk dilukis. Atau tangan yang lebih berperan dilukis lebih besar dan lebih mendapat tekanan 

4. Perubahan atau lipatan sifat ini merupakan peristiwa yang lucu namun logis untuk anak – anak. Disebut juga sifat tegak lurus atau sifat rabatemen. Benda apa saja yang berdiri tegak pada suatu garis dasar akan dilukis tegak lurus pada garis dasar tersebut meskipun garis dasar itu berbelok atau miring arahnya. Akibatnya semua benda tampak rebah atau malah terjungkir. 

5. Transparan kebiasaan dan kecenderungan anak menggambarkan hal – hal atau peristiwa pada ciri ke tiga ini adalah penggambaran yang tembus pandang. Sebagai contoh bila anak melihat kucing amakan ikan, kemudian kita suruh anak itu untuk menggambarkan kucing, maka anak biasanya akan menggambar kucing dengan perut yang kelihatan ikannya. Pada usia tertentu kita dapat menjumpai lukisan anak dengan sifat tembus pandang. Anak cenderung melukiskan semua yang ia pikirkan dan ia mengerti meskipun ada beberapa benda objek yang berada dalam ruang atau tempat tertutup. Satu nilai yang dapat kita tiru dari anak – anak yaitu adalah kejujuran dan kepolosan jiwa anak. Tentunya hal ini berbeda dengan orang dewasa yang penuh dengan kepura – puraan. 

6. Juxtaposisi sifat pemecahan masalah ruang (kedalaman jauh dekat) dalam bidang datar, diatasi dengan dasar pemikiran praktis, anak melukis benda atau objek yang jauh di bagian atas kertas sedang yang dekt dibagian bawah. Bertebar namun artistic, mirip lukisan bali. 

7. Simetsris (setangkep) dalam melukis suatu objek sering timbul gejala atau hasrat untuk melukis hal – hal yang asimetris menjadi asimetris. Misalnya dua pohon besar di kiri dan di kanan, dua buah gunung kembar dengan matahari di tengah, setangkai bunga dengan daun kiri dan di kanan. 

8. Proposisi (perbandingan ukuran) anak – anak lebih mementingkan proporsi nilai dari pada fisik. Hal – hal yang dianggap lebi penting dibuat lebih besar atau lebih jelas 

9. Lukisan besifat cerita (naratif) lukisan/ gambar yang dibua anak merupakan ungkapan perasaan atau gejolak jiwa. Jadi lukisan adalah cerita anak, bukan sekedar mencoret sebagai aktivitas motorik atau gerak ana tomis saja. Maka perlu ditanggapi secara wajar dan dalam sikap menerima serta menghargai. 

C. Periodisasi Perkembangan Seni Rupa Anak – Anak Pembagian masa/periodosasi dimaksudkan untuk lebih mengenal karya seni rupa anak dalam hal melakukkan kegiatan dan penilaian. Pada uumnya semua periodisasi yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan misalnya dimulai dari 2 tahun. Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain dalam :Creative and Metal Growth adalah 

1. Masa pencoreng (Scrillibing) 2 – 4 Tahun Goresan – goresan yang dibuat anak usia 2-4 tahun belum menggambarkan suatu benuk objek. Pada awalnya, coretan hanya engikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya pada tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih menggunakkan motorik kasar. Periode ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu : 
a. Corengan tak beraturan adalah bentuk gambar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke atas kertas, belum dapat membuat corengn berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi. Ciri gambar pada tahap ini dalah corengan tak beraturan 

b.corengan terkendali, ditandai dengan kemampuan anak menemukkan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya 

c. Corengan bernama merupakan tahapan akhir masa coreng biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresnnya bahkan telah memberinya nama. Misalnya :rumah, mobil, kuda. Dan hal ini dapat digunakan pada jenjang anak usia dini (TK) dalam membangkitkan keberanian anak untuk mengemukakkan kata – kata tertentu atau pendapat tertentu berdasarkan hal yang digambarkannya. 

 2. Corengan terkendali Masa prabagan (Preschematic) 4-7 Tahun kecederungan umum pada tahap ini, onjek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Ciri – ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu tela menggunakkan bentuk – bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih brkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah coklat atau warna lain yang disenanginya. 

3. Masa Bagan (Schematic Period) 7- 9 tahun konsep bentuk mulai tamapk lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk gambar masih tetap berkesan datr dan berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon dari kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kakan rebah ke kanan. Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line). Penafsiran ruang bersifat subjektif, tampak pada gambar “tembus pandang” contoh : orang makan di ruangan, seakan – akan dinding terbuat dari kaca.  
4. Masa realisme awal (Dawning realism) 9- 12 tahun karya anak lebih menyerupai kenyataan kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan pegelihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan. Perhatian kepada ojek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. Pemahaman warna sudah mulai disadari. Penguasaan konsep ruang mulai dinalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis dasar, melainkan pada biang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya : anak laki – laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga. 

5. Masa naturalism semu (Pseudo Naturalistic) 12 – 14 Tahun pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. 

6. Masa penentuan (Period Of Decision) 14 – 17 Tahun pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjukan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukkan, terutama dalam kehidupan. Seni bukan unsur seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapapun tak akan terhindar dari sentuhan dalam kehidupannya sehari – hari.


Comments

Popular posts from this blog

Lagu Sayang dan makna bahasa jawa

Teaching Writing

Evaluasi pembelajaran dalam literasi