Projek Kepemimpinan "Bahasa Jawa Sebagai Pelestarian Kebudayaan Adat Sopan Santun"

 

BAB I
PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat pada saat ini kurang seimbang dikarenakan melemahnya peran serta salah satu aspek lingkungan dalam membentuk karakter seseorang seperti pembiasaan di sekolah kurang sesuai dengan budaya masyarakat sekitar sekolah. Banyak pelaku pendidikan terutama peserta didik yang kehilangan keraifan lokal atau karakter budayanya, hal ini mengakibatakan maraknya dekadensi moral yang tidak lain dipengaruhi oleh adanya pergeseran nilai budaya akibat dampak negatif dari globalisasi (Pranata, A., 2016). Pergeseran budaya merambah ke bidang lain bahkan sekolah-sekolah di berbagai tempat seperti di Jawa. Tak sedikit sekolah yang masih mempertahankan untuk mengajarkan budaya Jawa namun banyak juga yang tidak memasukkan nilai-nilai budaya Jawa. Kebanyakan sekolah memang hanya mengajarkan materi terkait budaya Jawa namun tidak menerapkan nilai-nilainya ke dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal ini dibiarkan maka karena tidak tepat menempatkan dan tidak hati-hati maka bangsa ini akan menuju pada generasi yang disebut The Lost Generation atau bahkan akan kehilangan jati dirinya (Masita, 2012).

Berangkat dari permasalahan di sekolah dimana sopan santun siswa terhadap orang yang lebih tua seperti guru ketika di sekolah sangat rendah. Dikatakan rendah karena sebagian besar siswa menganggap guru sebagai teman sebaya mereka dengan berbicara tanpa menggunakan etika berbicara yang baik. Kejadian tersebut memberikan kesan seakan-akan terjadi krisis etika yang berkepanjangan. Pengaruh pembelajaran masa pandemi dengan menggunakan model pembelajaran jarak jauh diduga juga menjadi penyebab turunnya indeks karakter siswa (https://balitbangdiklat.kemenag.go.id).

Bahasa Jawa mempunyai tingkat tutur bahasa atau unggah-ungguh sebagai ciri khas yang membedakan bahasa Jawa dengan bahasa daerah lain. Unggah-ungguh bahasan Jawa merupakan kaidah yang ada pada masyarakat Jawa dalam bertutur kata dan berperilaku dengan memperhatikan penutur dan lawan tutur serta melihat situasi dengan tujuan menjaga sopan santun untuk saling menghormati serta menghargai orang lain (Arfianingrum, P., 2020).

Potensi peserta didik sejatinya ingin dikembangkan melalui pendidikan karakter seperti tertuang pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan  bertanggung jawab”. Pendidikan karakter merupakan upaya sadar dan disengaja untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dimana seseorang bisa mengetahui, mencintai, dan melakukan kebaikan tanpa adanya tekanan dan paksaan karena telah menjadi kebiasaan (Rohmah, N.R., 2021).

Pendidikan karakter merupakan investasi nilai kultural yang dapat membangun watak, moralitas dan kepribadian. Pendidikan karakter memberikan siswa ilmu pengetahuan, praktik-praktik budaya perilaku yang berorientasi pada nilai ideal kehidupan baik bersumber dari budaya lokal (kearifan lokal) maupun budaya luar (Budiutomo, T., 2014). Pembentukan karakter dapat dilakukan dengan pendidikan budi pekerti yang bermakna. Pendidikan melalui penanaman nilai-nilai dapat dilakukan secara efektif apabila peserta didik memiliki pemahaman yang sesuai dengan kebiasaan dan keteladanan guru (Utami & Rahayu, 2014). Sehingga agar pembentukan karakter peserta didik dengan penerapan pendidikan budi pekerti yang efektif dapat terwujud perlu selain peserta didik itu sendiri dan keluarganya juga perlu adanya campur tangan sekolah maupun masyarakat dan berbagai pihak yang ada di dalamnya.

Budi pekerti merupakan tingkah laku, perangai, akhlak yang ditampilkan seseorang dalam kenyataan hidup sehari-hari yang mencerminkan jati diri pribadi atau kelompok yang diperoleh dari hasil pendidikan yang ditampilkan dalam bentuk perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, dan hasil karya yang menyatakan apa yang baik, dan yang buruk (Sutjipto, 2014). Pendidikan budi pekerti dalam kurikulum pendidikan dapat diposisikan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri seperti pada kurikulum sebelum-sebelumnya, bergabung dengan mata pelajaran yang relevan, dan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain.

Pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah dengan maksud antara lain untuk membangun generasi masa depan agar selain cerdas juga berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bab II, pasal 3 dengan tegas merumuskan bahwa: tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Hasil wawancara singkat dengan salah satu guru SD Golan 2 Madiun yaitu Bu Vibriana menjelaskan bahwa banyak peserta didik memiliki sopan santun yang rendah terhadap orang yang lebih tua. Peserta didik menganggap bahwa orang yang lebih tua seperti guru ketika di sekolah dianggap sebagai teman dan tidak mempunyai tata krama dalam berperilaku. Rendahnya penguasaan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari selain bahasa nasional juga mempengaruhi munculnya permasalahan tersebut. Kebiasaan menggunakan bahasa nasional saja tanpa menerapkan nilai-nilai budaya khususnya bahasa Jawa dalam budaya Jawa membentuk karakter peserta didik yang memiliki sopan santun rendah.

Guru dalam hal ini sebaiknya dapat dijadikan contoh dan memberi teladan kepada peserta didik. Guru dan pihak lain yang terlibat di sekolah diharapkan terlebih dahulu menerapkan suatu kegiatan yang dapat membentuk karakter peserta didik yang halus budi pekerti. Pihak lain seperti keluarga dan masyarakat juga tetap perlu mendukung keberhasilan pembentukan karakter seorang individu.

Pihak yang terlibat di lingkungan sekolah perlu membuat kebijakan khusus untuk penerapan pembiasaan suatu kegiatan yang mendukung pembentukan karakter peserta didik yang halus budi pekerti terutama agar mempunyai sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Sekolah perlu membentuk tim khusus dan menyusun peraturan yang sesuai untuk diterapkan. Pihak sekolah pun perlu melakukan kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar.

Berdasarkan identifikasi masalah dan analisa permasalahan kondisi saat ini, maka untuk menggambarkan pelaksanaan rencana proyek perubahan adalah sebagai berikut:


 

Terbentuknya karakter warga sekolah yang halus budi pekerti

Kondisi Awal

Permasalahan

Kondisi yang Diharapkan

Pembiasaan berbahasa Jawa dilaksanakan satu minggu sekali

Rendahnya sopan santun siswa terhadap orang yang lebih tua

Tidak ada peraturan khusus untuk penerapan nilai-nilai budaya Jawa dalam berbahasa Jawa di  kehidupan sehari-hari

Tersedianya peraturan tentang penerapan nilai-nilai budaya Jawa menggunakan bahasa Jawa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. 1 Pelaksanaan Proyek Perubahan

 

B.       Tujuan Proyek Perubahan

Tujuan dari proyek perubahan ini menanamkan unggah-ungguh Jawa melalui pembiasaan berbahasa Jawa untuk membentuk budi pekerti yang halus.

Adapun tujuan proyek perubahan ini sebagai berikut:

1.      Terciptanya suatu peraturan program “PRASAJA” yang memuat penanaman unggah-ungguh Jawa melalui penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar pembelajaran dan penerapannya untuk membentuk budi pekerti warga sekolah yang halus;

2.      Peraturan tentang program “PRASAJA” dapat diimplementasikan pada seluruh warga sekolah;

3.      Membentuk budi pekerti warga sekolah yang halus.

 

C.       Manfaat Proyek Perubahan

Berdasarkan tujuan proyek perubahan yang sudah dijelaskan maka manfaat perubahan yang ingin dicapai dari program “PRASAJA” adalah sebagai berikut:

1.      Internal

a.       Warga Sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Karyawan dan Siswa)

Program “PRASAJA” ini akan memudahkan Kepala Sekolah, guru, karyawan dan siswa dalam menerapkan bahasa Jawa dalam rangka pembentukan budi pekerti yang halus.

b.      Sekolah

Program “PRASAJA” ini akan membentuk warga sekolah yang halus budi pekerti dengan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar pembelajaran.

 

2.      Eksternal

a.       Orang Tua Siswa dan Masyarakat

Kepala Sekolah, guru, karyawan dan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat tetap menunjukkan budi pekerti yang halus sehingga tercipta lingkungan keluarga dan masyarakat yang harmonis dan penuh kesopansantunan.

 

D.      Ruang Lingkup Proyek Perubahan dan Output Kunci

Agar tujuan dari kegiatan ini dapat dicapai maka ruang lingkup yang dicapai dapat dilihat tabel di bawah ini:

Tabel 1. 1 Ruang Lingkup Proyek Perubahan dan Output Kunci

Jangka Pendek

Jangka Menengah

Jangka Panjang

·         Membuat program dengan pilot project untuk diterapkan di satu kelas

·         Sosialisasi dan uji coba implementasi program ke stakeholder

·         Evaluasi implementasi program

·         Menerapkan program pada beberapa kelas termasuk kepala sekolah, sebagian guru dan karyawan

·         Menerbitkan regulasi terkait pelaksanaan program

·         Mengembangkan program untuk bisa diterapkan di seluruh warga sekolah

·         Penerapan program untuk semua warga sekolah

·         Memantau pelaksanaan program

Tersusunnya program “Sekolah Halus Budi Pekerti”

Tersusunnya regulasi penerapan program “Sekolah Halus Budi Pekerti”

Terciptanya warga Sekolah yang halus budi pekerti

Output kunci pada program ini adalah Sekolah Halus Budi Pekerti.

 

E.       Organisasi Proyek Perubahan

1.      Struktur Organisasi Proyek Perubahan

PEMBIMBING DAN PELATIH

STAKEHOLDER

PROJECT LEADER

TIM PENYUSUN

TIM PEMANTAU

TIM PELAKSANA

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. 2 Struktur Organisasi Proyek Perubahan

2.      Deskripsi

a.       Pembimbing dan pelatih, memberikan bimbingan , masukan, mendukung project leader dalam pelaksanaan proyek perubahan;

b.      Project leader, melaksanakan seluruh tahapan proyek perubahan, mendayagunakan sumber daya yang dimiliki, menggerakkan stakeholder serta melaporkan progres proyek perubahan;

c.       Tim penyusun, menyusun jadwal kegiatan, menyusun kegiatan-kegiatan dalam program;

d.      Tim pelaksana, melaksanakan uji coba dan implementasi program;

e.       Tim pemantau, memantau penerapan program secara berkelanjutan dengan mengumpulkan informasi dan dokumentasi sebagai bukti.

 

 


 

BAB II
RENCANA PROYEK PERUBAHAN

 

A.      Persiapan Perencanaan

-          Define

Bahasa merupakan salah satu kebudayaan yang diciptakan dan digunakan oleh manusia itu sendiri sebagai alat komunikasi. Bahasa juga sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, manusia dapat menunjukkan sudut pandangnya, pemahaman tentang suatu hal, asal usul bangsa dan negara, pendidikan, dan bahkan sifat-sifat yang melekat pada dirinya. (Chotimah, C.2019). Menurut Muh. Arafik & Rumidjan (2016) Pembelajaran Bahasa Jawa diharapkan dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, lingkungannya, menerapkan dalam tata krama budayanya, menghargai potensi bangsanya, sehingga mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan dapat menemukan serta menggunakan kemampuan analisis, imajinatif dalam dirinya. Bahasa Jawa di Sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pembelajaran Bahasa Jawa perlu dioptimalkan dalam upaya mempertahankan kekayaan budaya bangsa. Pembelajaran Bahasa Jawa pada dasarnya dapat dijadikan sarana penanaman watak, budi pekerti, terutama melalui penerapan unggah-ungguh pada masyarakat Jawa serta memiliki peran dalam pengembangan watak, dan budi pekerti bangsa. Bagi masyarakat Jawa, bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari atau dapat disebut sebagai bahasa ibu. Bahasa Jawa memiliki fungsi komunikatif yang berperan sebagai sarana untuk mengenalkan nilai-nilai luhur, dan sopan santun dengan mengenali batas-batas serta menumbuhkan rasa tanggung jawab sehingga nilai sopan santun dapat membentuk pribadi seseorang. (Yulianti, I.2018)

Bagi masyarakat Jawa berbahasa Jawa krama merupakan salah satu bentuk sopan santun. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia saling berhubungan dan bekerja sama, bantu-membantu untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Untuk menjamin keharmonisan, keserasian, dan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang ada dalam kepentingan bersama, manusia memerlukan berbagai norma sosial.( Sutjipto. 2014). Norma yang dimaksud contohnya adalah sopan santun. Sopan santun adalah suatu sikap, tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan individu untuk menghormati dan menghargai orang lain di sekitarnya. (Pertiwi, H. 2020). Jika seseorang mempunyai sikap sopan santun yang baik maka bisa dikatakan seseorang tersebut mempunyai budi pekerti yang baik. Budi pekerti adalah perbuatan yang mempergunakan pertimbangan akal baik buruk. Dengan kata lain budi pekerti adalah tingkah laku nyata yang berdasarkan pertimbangan batin manusia dan tertuju pada suatu maksud. (Latifah, N.2015). Menurut Muhtadi, A.(2010) ada beberapa asumsi yang menyebabkan gagalnya pendidikan budi pekerti dalam sikap dan perilaku siswa, salah satunya adalah rendahnya pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan aspek budi pekerti ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan dan menganggap pendidikan budi pekerti adalah masalah klasik yang penanganannya adalah hanya tugas dari guru agama dan guru PKn saja.

 

-          Determine

Pembentukan karakter sopan santun pada siswa dapat dilakukan menggunakan bahasa Jawa krama dengan cara mengajarkan kepada anak mengenai bahasa jawa krama. Pengajaran bahasa jawa krama tersebut dapat diberikan melalui mata pelajaran Bahasa Jawa di sekolah. Anak diberikan pemahaman dan pengarahan untuk menyayangi dan menghormati sesama terutama orang yang lebih tua. Selanjutnya pengajaran bahasa jawa di sekolah dapat dimaksimalkan dengan penerapan peraturan pemerintah yakni penggunaan bahasa Jawa sehari dalam satu pekan serta penggunaan media pembelajaran berbasis bahasa Jawa dalam sarana prasarana di sekolah. Hal ini diharapkan dapat membantu membentuk karakter sopan santun siswa di sekolah dasar. (Yulianti, I., Isnani, A., Zakkiyyah Ayu, L., Hakim, J.2018)

Pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah dengan maksud antara lain untuk membangun generasi masa depan agar selain cerdas juga berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bab II, pasal 3 dengan tegas merumuskan bahwa: tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Budi pekerti merupakan tingkah laku, perangai, akhlak yang ditampilkan seseorang dalam kenyataan hidup sehari-hari yang mencerminkan jati diri pribadi atau kelompok yang diperoleh dari hasil pendidikan yang ditampilkan dalam bentuk perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, dan hasil karya yang menyatakan apa yang baik, dan yang buruk (Sutjipto, 2014). Pendidikan budi pekerti dalam kurikulum pendidikan dapat diposisikan sebagi mata pelajaran yang berdiri sendiri seperti pada kurikulum sebelum-sebelumnya, bergabung dengan mata pelajaran yang relevan, dan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain.

Penggunaan bahasa Jawa sebagai identitas bangsa Indonesia pada masyarakat suku Jawa diharapkan dapat membuat anak lebih bisa memperbaiki sikapnya terutama ketika berbicara dengan orang yang lebih tua baik itu guru ketika di sekolah dan juga orang tua ketika anak di lingkup rumah. Diharapkan dengan adanya pembiasaan maka akan membentuk sikap anak tersebut. Bahasa jawa sendiri adalah suatu pembelajaran yang mengembangkan fungsi dari komunikasi kebudayaan yang perlu dijunjung tinggi. Tujuan dari komunikasi yaitu agar anak bisa terampil dalam berkomunikasi secara lisan dan berupa penanaman budi pekerti yang baik, meningkatkan rasa kemanusiaan terhadap lingkungan di sekitarnya dan menumbuhkan rasa peduli serta bisa menumbuhkan apersepsi sastra dan budaya yang bisa dijadikan sebagai sarana dalam mengungkapkan gagasan yang dimiliki, imajinasi, ekspresi dan kreatifitas terutama dengan menggunakkan bahasa jawa dan menjunung tinggi kebudayaan kita. Keterampilan dalam berbahasa jawa sesuai dengan unggah-ungguh basa yang menjadi ciri khas dari orang yang tinggal di jawa.

Menurut Armai Arif, metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan ajaran agama islam. Dan hal yang senada juga di jelaskan di buku metodologi pengajaran di katakan bahwa metode pembiasaan adalah cara yang di lakukan dengan pembentukan akhlak dan rohani yang memerlukan latihan yang kontinyu setiap hari. Karena komunikasi yang baik adalah kunci dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan dengan penggunaan bahasa yang sopan maka akan terbentuk juga pribadi dan  sikap sopan santun.

Menanamkan nilai moral kepada peserta didik berarti melatih atau mendidik perkembangan kecerdasan moralnya. Pada tingkah laku anak yang baik seperti berbicara jujur, bersikap disiplin, hormat kepada orang tua, taat dan lainnya merupakan sikap yang harus tertanam pada diri anak sejak usia dini, karena hal tersebut akan terus berkembang sampai anak-anak dewasa.

 

-          Discover

Model Pembelajaran menurut Emile Durkheim (1990). Pembelajaran unggah ungguh dapat dilakukan melalui:

1.      Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan terutama dipergunakan untuk membangun kedisiplinan, terdapat 2 (dua) unsur dalam pengembangan disiplin, yaitu keinginan tidak berlebihan dan penguasaan diri. Disiplin merupakan cara untuk merangsang kemauan anak dalam proses pembelajaran. Anak harus dilatih menaati kaidah paraturan , sehingga dapat merasakan adanya sesuatu yang patut dihormati yaitu otoritas perilaku yang ditanamkan pada anak. Dengan begitu anak memiliki rasa tanggungjawab atas segala tindakan yang akan dilakukan, serta berusaha menghindari perbuatan atau tindakan yang menyimpang. Disini anak dapat membedakan mana yang boleh dilakukan dan mana yang harus dihindari.

2.      Metode Hukuman

Hukuman diperlukan untuk mentaati kaidah peraturan dan penyampaian kepada anak, sehingga mereka mematuhi peraturan tersebut. Oleh sebab itu, hukuman yang diberikan harus sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, tidak boleh terlalu berat dan harus bijaksana, sehingga anak tidak merasa dipermainkan. Hukuman tidak dapat selalu digunakan sebab dapat menimbulkan dampak psikologis dan jasmani anak menjadi terganggu jika frekuensi penerapan hukuman sering dan memaksa.

3.      Penumbuhan Solidaritas Pada Anak  

Lingkungan sekolah terdiri dari siswa yang melakukan aktifitas bersama, guru dan berbagai komponen penunjang pendidikan. Sekolah dapat dijadikan sarana yang tepat untuk melatih siswa dalam kebiasaan hidup berkelompok, dan sosial, menumbuhkan kesadaran akan adanya kebutuhan yang harus dipenuhi bersama, terikat dan kolektif. Dalam proses pembelajaran kadang sering dilakukan metode pemberian tugas kelompok untuk melatih anak bermusyawarah dan menghargai pendapat orang lain.

 

Bentuk-bentuk program yang sudah pernah diterapkan berupa:

1.      Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter Budaya Jawa

Temuan dari Rohmah (2021) menyatakan bahwa nilai-nilai karakter budaya Jawa seperti religius, eling sangkan paraning dumadi, urip samadya, memiliki watak rereh, ririh, ngati-ati, menjauhkan diri dan membenci watak adigang, adigung, adiguna, aja dumeh, mawas diri, tepa slira, unggah-ungguh, jujur, rukun, kerja keras, tanggung jawab, rumangsa melu handarbeni, dan memayu hayuning bawana dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum maupun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan penanaman nilai-nilai karakter budaya Jawa melibatkan seluruh warga sekolah, orang tua, dan masyarakat agar penanaman sempurna sehingga peserta didik mampu mengetahui, mencintai dan melakukan tanpa adanya paksaan.

2.      Pembiasaan Penggunaan Bahasa Jawa

Menurut Handayani, T. & Endang H. (2018) pembiasaan penggunaan bahasa Jawa dapat mengimplementasikan pendidikan karakter seperti toleransi, disiplin, demokratis, komunikatif, dan cinta damai yang dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui keteladanan dalam perilaku sehari-hari. Guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru mampu memberikan contoh siswa dalam penggunaan bahasa yang santun.

3.      Mengajarkan Bahasa Jawa Krama kepada Peserta Didik

Penelitian Yulianti, dkk. (2018) menjelaskan bahwa pembentukan karakter sopan santun dapat dilakukan menggunakan bahasa Jawa krama dengan cara mengajarkan kepada anak mengenai bahasa Jawa krama. Pembelajaran bahasa Jawa dapat diberikan melalui mata pelajaran bahasa Jawa di sekolah dengan cara memberikan pemahaman dan pengarahan untuk menyayangi dan menghormati sesama terutama orang yang lebih tua. Pengajaran bahasa Jawa dapat dimaksimalkan dengan penerapan peraturan pemerintah yakni penggunaan bahasa Jawa sehari dalam satu pekan. Selain itu dengan memanfaatkan media dan sarana prasarana sekolah agar proses pembentukan karakter sopan santun peserta didik dapat terlaksana.

4.      Penggunaan Unggah-Ungguh Bahasa Jawa dalam Interaksi dengan Orang Lain

Afrianingrum (2020) juga menjelaskan bahwa unggah-ungguh penting untuk diterapkan khususnya untuk masyarakat Jawa karena unggah-ungguh dapat digunakan untuk membedakan dalam berinteraksi dengan orang sebaya, dengan orang yang lebih tua, dan orang yang lebih tinggi status sosialnya. Budiutomo, T (2014) juga memberikan penjelasan bahwa pembelajaran unggah-ungguh di sekolah mempunyai peran dalam menanamkan nilai-nilai sopan santun bagi anak didik dan dapat membangung karakter bangsa, dikembangkan karakter anak didik menjadi insan yang berkualitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter peserta didik yang sopan santun salah satunya dengan menggunakan pembiasaan unggah-ungguh dalam budaya Jawa.

5.      Kepala Sekolah dan Guru sebagai Pemeran Penting dalam Penanaman Budi Pekerti di Sekolah

Hasil penelitian dari Sulthoni (2016) menyebutkan bahwa sekolah merupakan pendidikan formal yang memiliki peran dalam menanamkan budi pekerti mulai dari kepala sekolah hingga pesuruh. Kebersamaan dapat menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk pembudayaan budi pekerti sehingga sekolah memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Kepala sekolah yang disiplin dan kreatif dapat mendorong pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang lebih berkualitas dengan tidak meninggalkan visi dan misi sekolah yang sarat dengan nilai-nilai budi pekerti. Sementara guru berperan sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru mempunyai otoritas dalam pembentukan perilaku peserta didik baik melalui ucapan maupun perbuatan. Guru diharapkan dapat menjadi contoh teladan dan figur kedua setelah orang tua serta memberikan pembiasaan kepada peserta didik.

6.         Pelibatan Orang Tua dalam Proses Penanaman Budi Pekerti, Pemberian Penghargaan kepada Peserta Didik yang Berbudi Pekerti Tinggi, dan Konsep Hukuman bagi Pelanggar

Hasil penelitian Sutjipto (2014) menyarankan bahwa penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah sebaiknya menciptakan terobosan baru sebagai wahana internalisasi nilai terhadap peserta didik agar lebih menarik seperti: (1) tugas-tugas yang diberikan senantiasa mengikutsertakan orang tua sebagai “guru” dan sebagai “role model”; (2) adanya penghargaan bagi peserta didik yang berbudi pekerti tinggi seperti “bintang kesopanan”, “remaja berbudi luhur” dan lainnya; (3) model pembelajaran budi pekerti yang dikaitkan dengan masalah produktivitas, seperti skill manajemen, speed reading, kepemimpinan, adanya karya yang bermanfaat bagi sesama dan lain sebagainya dan (4) hadirnya konsep hukum di sekolah yang dapat memberi kesadaran hukum bagi peserta didik.

Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan beberapa penerapan dan pembiasaan. Pembentukan karakter dapat dilakukan dengan penerapan pembiasaan-pembiasaan seperti penggunaan bahasa Jawa dalam kegiatan pembelajaran dan memaksimalkan mata pelajaran bahasa Jawa sebagai upaya peningkatan kualitas karakter sopan santun peserta didik. Selain itu dapat melibatkan guru sebagai teladan dalam pelaksanaan pembiasaan. Kepala Sekolah juga perlu membuat peraturan yang membahas mekanisme pelaksanaan pembiasaan agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yaitu terbentuknya kualitas warga sekolah yang halus budi pekerti.

 

B.       Identifikasi Stakeholder dan Strategi Komunikasi

Pada umumnya, stakeholder biasanya diartikan sebagai orang yang akan mengambil peran aktif dalam eksekusi suatu program atau orang yang merasakan dampak signifikan dari program yang akan dibuat. Stakeholder merupakan sekumpulan orang individu atau kelompok yang terlibat langsung untuk saling berkolaborasi dan berinteraksi demi mencapai tujuan bersama. Stakeholder sekolah adalah segenap komponen terkait yang memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam merencanakan, melaksanakan dan melakukan pengawasan terhadap program sekolah. Stakeholder sekolah sebagai kunci keberhasilan dalam pengelolaan lembaga sekolah. Dalam proyek yang akan dibuat ini, kami membagi stakeholder menjadi dua, yaitu stakeholder internal dan stakeholder eksternal. Stakeholder internal merupakan orang atau kelompok yang berkepentingan menjadi pemegang sekaligus pemberi dukungan proyek atau yang terlibat secara langsung berada di dalam suatu sekolah. Adapun komponen-komponen yang termasuk dalam stakeholder internal pada proyek ini adalah kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, siswa dan warga sekolah. Stakeholder eksternal adalah orang atau kelompok yang berkepentingan menjadi pemegang sekaligus pemberi dukungan terhadap proyek yang dibuat secara tidak langsung yang berada di luar sekolah. Komponen-komponen yang termasuk ke dalam stakeholder eksternal adalah orang tua siswa dan masyarakat.

 

 

 

 LATENT

Siswa

 PROMOTER

Kepala Sekolah

Guru

 APATHETIC

Karyawan Sekolah

Warga Sekolah

Masyarakat

 DEFENDER

Orang tua siswa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2. 1 Peta Stakeholder

 

Strategi komunikasi dan nilai dibedakan menjadi 4 (empat) kuadran sesuai dengan identifikasi kelompok Stakeholder, yaitu:

1.      Promoter

Promoter memiliki peran besar dalam menentukan keberhasilan proyek perubahan. Tergantung apakah para promoter ini mendukung atau menentang proyek perubahan. Strategi komunikasi dengan konsultasi dan informasi.

2.      Latent

Strategi komunikasi seimbang untuk berkomunikasi dengan latent, yaitu mengatur frekuensi pesan secara seimbang. Komunikasi harus dilakukan dengan dengan hati- hati karena latent mempunyai pengaruh besar.

3.      Defender

Strategi komunikasi terbuka untuk berkomunikasi dengan defender, yaitu informatif dan jujur dalam berkomunikasi dengan memberikan informasi dan edukasi. Defender pada dasarnya tidak berpengaruh langsung terhadap proyek perubahan, tetapi memiliki kepentingan besar sehingga pada dasarnya mendukung.

4.      Apathetic

Strategi komunikasi terstruktur untuk berkomunikasi dengan kelompok apathetic yaitu berkomunikasi dengan kemasan menarik agar mudah dimengerti. Strategi komunikasi dengan apathetic dengan memberikan informasi dan edukasi.

Komunikasi dapat diartikan sebagai pertukaran ide-ide, komunikasi merupakan sebuah transisi informasi yang dihasilkan oleh pengirim stimulus dari suatu sumber yang direspon oleh penerima. Strategi dalam komunikasi merupakan cara mengatur pelaksanaan operasi komunikasi agar berhasil. Strategi komunikasi dan nilai-nilai yang dibangun dan dikembangkan dengan masing-masing Stakeholder dalam upaya mendapatkan dukungan dan menjaga hubungan yang baik dengan Stakeholder demi terciptanya kelancaran dan keberhasilan proyek perubahan ini, disesuikan dengan hasil pemetaan peran, pengaruh dan kepentingan masing-masing Stakeholder terhadap proyek perubahan. Strategi komunikasi yang digunakan dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) konsultasi dilakukan untuk bertukar pendapat untuk mendapatkan saran dan masukan agar mendapatkan kesimpulan yang sebaik-baiknya; (2) informasi yaitu menyampaikan pesan dengan tujuan mempengaruhi khalayak dengan memberikan sesuatu yang apa adanya berdasarkan data dan fakta ;(3) canalizing yaitu melakukan komunikasi dengan cara mengenal terlebih dahulu karakteristik khalayak sehingga dapat menyampaikan ide sesuai dengan karakteristiknya; dan (4) edukasi yaitu dilakukan dengan cara menyampaikan pendapat, fakta, dan pengalaman yang berupa kebenaran yang dapat dipertanggunggjawabkan secara teratur dan terencana dengan tujuan mengubah perilaku khalayak.

 

C.       Identifikasi Potensi Kendala, Strategi Mengatasi dan Indikator Keberhasilan

Adapun potensi kendala, strategi mengatasi dan indikator keberhasilan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. 1 Identifikasi Potensi Kendala. Strategi Mengatasi, dan Indikator Keberhasilan

No.

Potensi Kendala

Strategi Mengatasi

Indikator Keberhasilan

1.

Guru tidak memahami bahasa Jawa dan penggunaan bahasa Indonesia secara penuh sebagai pengantar pembelajaran

a.       Memberikan pelatihan singkat kepada guru untuk menggunakan bahasa Jawa sebagai campuran bahasa pengantar pembelajaran

b.      Menempelkan poster berisi kalimat bahasa jawa sehari-hari pada setiap sudut sekolah

 

Penggunaan bahasa jawa sebagai bahasa campuran dalam pengantar pembelajaran

2.

Kedisiplinan warga sekolah

a.       Penerapan hadiah sebagai penguat bagi yang sudah menjalankan dan pemberian peringatan serta pelatihan lanjutan untuk yang belum menjalankan program

Menjalankan program dengan taat

 

D.      Personalia

Personalia adalah semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan organisasi, yaitu untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Personalia organisasi pendidikan mencakup para guru, para pegawai, dan para wakil siswa. Termasuk juga para manajer pendidikan yang mungkin dipegang oleh beberapa guru

Di lingkungan pendidikan, tenaga kerja atau pegawai dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: Tenaga-tenaga profesional yang didasarkan pada kemampuan khusus, pengalaman latar belakang akademis, ijazah dan gelar yang dimilikinya. Dengan kata lain personal adalah pelaksana proses belajar mengajar dan kegiatan pendidikan lainnya. Tenaga-tenaga non profesional yaitu tenaga-tenaga yang dilatih untuk bertindak seba gai tenaga pembantu tenaga profesional. Tenaga ini bukan saja memberikan peluang yang lebih besar kepada tenaga profesional untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan profesional, akan tetapi juga memperkaya pengalaman siswa dan membebaskan tenaga profesional dari tugastugas yang bukan profesional. Tentunya, secara tidak langsung mengurangi beban biaya mengingat keterbatasan pembiayaan Sekolah

Jenis personil di sekolah ada beberapa, jika ditinjau dari tugasnya yaitu:

1.      Tenaga pendidik. Tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih

2.      Tenaga fungsional kependidikan. Tenaga fungsional pendidik terdiri atas penilik, pengawas, penelitian dan pengembangan dibidang pendidikan dan pustakawan.

3.      Tenaga teknis kependidikan. Tenaga teknis pendidikan terdiri atas laboraturium dan teknisi sumber belajar.

4.      Tenaga pengelola satuan pendidikan. Tenaga pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor dan pemimpin satuan pendidikan laur sekolah.

5.      Tenaga adminitratif staf tata usaha.

Dalam proyek yang kami angkat adalah membentuk budi pekerti warga sekolah yang halus yang memuat penanaman unggah ungguh jawa melalui penggunaan Bahasa jawa sebagai pengantar dan penerapannya untuk membentuk budi pekerti warga sekolah yang halus. Kami mengambil peran semua warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa.


 

BAB III
RENCANA PELAKSANAAN PROYEK PERUBAHAN

 

A.      Dream

Program PRASAJA

Program PRASAJA (Pembiasaan Rutin Bahasa Jawa) merupakan program yang dirancang untuk membentuk budi pekerti warga sekolah yang halus seperti rata-rata masyarakat suku Jawa yang memiliki karakter halus. Program PRASAJA dilakukan dalam bentuk pembiasaan kepada seluruh warga sekolah mulai dari kepalasekolah, guru, karyawan, peserta didik hingga orang tua pun ikut andil dalam pelaksanaan program.

Kegiatan pembiasaan yang dikemas dalam program PRASAJA ini bertujuan untuk melaksanakan pembiasaan-pembiasaan menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari utamanya di sekolah. Pembiasaan yang dilakuakan berulang-ulang diharapkan akan menjadi suatu kebiasaan bagi yang melakukannya, yaitu warga sekolah. Pembiasaan ini akan membangkitkan internalisasi nilai budaya Jawa yang terkandung dalam bahasa Jawa dengan cepat. Sehingga tujuan akhir dari program PRASAJA adalah terbentuknya warga sekolah yang halus budi pekerti melalui kebiasaan unggah-ungguh bahasa Jawa.

Dalam mengimplementasikan program PRASAJA guru sebagai sosok yang ditiru siswa harus mampu memberikan contoh dan teladan bagi siswa khususnya dalam penggunaan bahasa yang santun. Penerapan pembiasaan bahasa Jawa juga dilakukan bertahap, di mana langkah awal menggunakan ungkapan-ungkapan sederhana seperti (nuwun sewu) maaf dan (matur nuwun) terima kasih dan lagu-lagu bahasa jawa yang digunakan sehari-hari dalam permainan / lagu dolanan. Adapun jika siswa telah menguasai kosakata sederhana kemudian melangkah pada penerapan kalimat yang kompleks. Di sisi lain penerapan program PRASAJA memberikan dampak terhadap lestarinya bahasa jawa agar tetap hidup dan berkembang di SDN Golan 02 Madiun pada khususnya dan di  masyarakat pada umumnya.

Menurut Kuntari (2017: 2) ada beberapa keunggulan dari bahasa Jawa agar tetap hidup dan berkembang di masyarakat, antara lain banyak terdapat ungkapan-ungkapan praktis atau ajaran-ajaran dalam bahasa dan sastra jawa yang bisa digunakan sebagai rujukan dalam membina serta mendidik masyarakat serta mempunyai andil dalam membentuk kepribadian bangsa, termasuk tingkat tuturnya. Bahasa dan budaya merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan. Dalam bahasa tercermin bobot budaya penuturnya termasuk nilai moral dan etikanya. Bahasa Jawa terdapat beberapa tingkatan yaitu ngoko (kasar), madya (biasa) dan krama (halus). Bahasa Jawa memiliki hak hidup yang sama dengan bahasa Indonesia. Pembiasaan yang bisa diberikan kepada peserta didik yaitu melalui percakapan sederhana dengan mengunakkan bahasa jawa dengan contoh : pamitan jika harus bepergian, meminta sesuatu kepada orang tua, mengucapkan salam jika bertemu dengan orang lain. Bernyanyi lagu jawa dapat menjadi salah satu cara menjunjung kebudayaan karena banyak lagu yang mempunyai makna mendalam seperti : Gundul- gundul pacul, mentok-mentok, sluku-sluku batok. Belajar serta bermain dengan tujuan melatih kemampuan berkomunikasinya.

 Program PRASAJA tidak hanya berdampak pada perubahan siswa dalam dalam segi bahasa yang halus dan sopan, tetapi secara otomatis perilaku unggah-ungguh siswa SDN Golan 02 Madiun juga memberikan dampak ke arah positif contohnya, ketika lewat di depan guru siswa membungkukkan badan dengan sopan sambil mengucap “nuwun sewu” (permisi), nderek langkung (perkenankan lewat sini) menjadi ciri khas yang wajib diajarkan, bersalaman ketika bertemu dengan guru, mengucapkan terima kasih (matur nuwun) ketika selesai pembelajarandan lain-lain.

 

B.       Design

Penerapan program PRASAJA dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan pembiasaan yaitu sebagai berikut:

1.      Jumat Jawa (JJ)

Jumat Jawa (JJ) merupakan kegiatan yang dilakukan di sekolah pada hari Jumat setiap satu minggu sekali di lingkungan sekolah. Semua warga sekolah (siswa, guru, kepala sekolah, karyawan sekolah, masyarakat yang ada di lingkungan sekolah) diwajibkan untuk berbicara Bahasa Jawa krama inggil dari jam awal masuk sekolah sampai pulang sekolah.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.       Semua warga sekolah wajib berbicara Bahasa Jawa Krama Inggil setiap hari Jumat di lingkungan sekolah baik di dalam maupun luar kelas

b.      Kegiatan tersebut dimulai saat memasuki lingkungan sekolah sampai akhir pulang sekolah

c.       Setiap warga sekolah menyesuaikan menggunakan Bahasa Jawa tergantung dengan siapa lawan bicara

Kendali Mutu :

a.       Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan pada setiap peserta didiknya

b.      Kepada sekolah dibantu guru kelas dapat memberikan peringatan apabila terdapat warga sekolah yang tidak melaksanakan Jumat Jawa

c.       Kepala sekolah dengan guru melakukan evaluasi mengenai pembiasaan Jumat Jawa setiap satu bulan sekali

 

2.      Budaya Izin Menggunakan Krama Inggil

Budaya Izin menggunakan Krama Inggil merupakan sebuah prakarsa yang mewajibkan setiap peserta didik untuk menggunakan Bahasa Jawa Krama Inggil ketika meminta izin kepada Bapak/Ibu Guru ketika di dalam kelas.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.       Peserta didik wajib menggunakan krama inggil kepada guru ketika meminta izin di dalam kelas. Contohnya ketika izin ke kamar mandi atau ke luar kelas

b.      Guru wajib merespon peserta didik menggunakan Bahasa Jawa

c.       Budaya tersebut dilaksanakan setiap hari

Kendali mutu :

a.       Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan pada setiap peserta didiknya

b.      Guru memberikan peringatan kepada peserta didik yang tidak melakukan budaya

c.       Guru dengan peserta didik melakukan evaluasi mengenai budaya izin menggunakan Krama Inggil setiap satu minggu sekali

 

3.      Kegiatan Membaca Cerita Jawa 10 Menit

Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Dengan kegiatan membaca cerita jawa dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang Bahasa jawa.

Standar Operasional Prakarsa :

a.         Pelaksanaan membaca cerita jawa dilakukan setiap seminggusekali pada hari kamis sebelum melaksanakan pembelajaran.

b.         Semua siswa membaca cerita, dongeng atau artikel berbahasa jawa yang memuat budi pekerti.

c.         Cerita, dongeng tau artikel di sediakan oleh guru kelas.

d.        Membaca dilakukan secara bergilir kemudian menyimpulkan hasil bacaan di depan kelas.

Kendali Mutu :

a.         Guru kelas mengawasi jalanya kegiatan membaca cerita di kelas pada setiap peserta didik.

b.         Guru kelas dapat menunjuk peserta didik untuk membaca keras di depan kelas.

 

4.      Tebak Kalimat Unggah Ungguh Bahasa Jawa di Akhir Pembelajaran

Unggah ungguh bahasa Jawa merupakan kaidah yang ada pada masyarakat Jawa dalam bertutur kata atau bertingkah laku dengan memperhatikan penutur dan lawan tutur serta melihat situasi dengan tujuan menjaga kesopansantunan untuk saling menghormati serta menghargai orang lain.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.         Melakukkan pembiasaan setiap 2 minggu dua kali sampai tiga kali dimana satu hari penuh, anak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan “unggah-ungguh” Bahasa Jawa. Misalnya kita berikan contoh dengan penerapan berbahasa sesama teman sebaya dikelas menggunakan ngoko lugu, dengan kakak kelas menggunakan ngoko alus, dengan bapak/ibu guru menggunakan krama inggil. Setelah itu tingkah laku, dengan teman sebaya seharusnya saling menyanyangi, saling membantu, tidak boleh mengolok nama orang tua, dengan kakak kelas tidak boleh merasa paling pandai, tidak boleh berkata kasar, dengan guru tidak boleh menyamai dengan temannya ataupun dengan adek, dengan guru tidak boleh membentak, tidak boleh bercanda berlebihan, dll.

b.         Setelah penerapan “unggah-ungguh” Bahasa Jawa terlaksana selama 2 minggu, setiap kelas diberikan permainan melalui guru kelas masing masing, dengan menebak melalui gambar yang diperankan oleh teman sebaya yang memakai topeng bergambar (contoh: orang tua, kakak, adek,dst). Dan melakukan pitutur bahasa Jawa secara unggah ungguh yang baik dan benar.

c.         Selanjutnya siswa menebak kalimat unggah ungguh yang benar dan tepat ketika diterapkan dengan lawan tutur ketika saat bertemu.

Kendali mutu :

a.         Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan kepada peserta didik.

b.         Guru berhak memberikan  penguatan materi dalam penggunaan bahasa jawa dengan pengaitan materi ketika di kelas dalam pembelajaran bahasa jawa.

c.         Guru dapat mengevaluasi  dalam penghafalan para peserta didik setiap bulan untuk mengetes hafalan dan penerapan para peserta didik.

 

5.      Penempelan Poster Budi Pekerti Jawa di Kelas

Penempelan poster budi  pekerti jawa di kelas  berisi gambar dan tuliasan menyampaikan informasi mengenai budi pekerti,  Bahasa yang digunakan Bahasa jawa Krama.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakasa:

a.         Poster budi  pekerti jawa ditempel disemua kelas

b.         Penempelan poster budi  pekerti jawa  dibuat oleh wali kelas masing-masing

c.         Sebulan sekali penempelan poster budi  pekerti jawa diganti yang baru

d.        Guru mengordinasikan kesemua murid untuk membaca poster budi  pekerti jawa yang ditempelkan dikelasnya

Kendali Mutu:

a.         Guru kelas  merancang poster budi pekerti jawa

b.         Guru kelas membuat poster budi  pekerti jawa yang menarik dari warna dan bentuk tulisannya

c.         Guru memilih kalimat diposter mencerminkan budi pekerti jawa

 

6.      Penempelan Poster Budi Pekerti Jawa di Sudut Sekolah

Kegiatan ini dilakukan dengan menempelkan poster atau gambar persuasif di tempat-tempat yang mudah dilihat atau di sudut sekolah dengan mobilitas tinggi. Pelaksanaan dari kegiatan ini adalah setiap saat sejak dimulai kegiatan poster akan ditempel karena sifat kegiatan ini diharapkan dapat memengaruhi pola pikir semua warga sekolah khusunya peserta didik yang berkaitan dengan budi pekerti. Pada poster tersebut akan berisi tentang himbauan-himbauan beserta gambar yang menjelaskan tingkah laku siswa yang mencerminkan budi pekerti baik.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa:

a.         Peserta didik dalam satu bulan terbiasa melakukan contoh kegiatan seperti yang ada di Poster

b.         Peserta didik dalam satu minggu bisa menggunakan kosa kata  bahasa Jawa sederhana seperti salam dan perkenalan

c.       Peserta didik dalam sebulan minimal melakukan 1 kegiatan pembiasaan mingguan

Kendali Mutu:

a.         Kepala Sekolah mengawasi jalannya proses pembiasaan

b.         Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan pada setiap peserta didiknya

c.         Guru melakukan observasi terkait perubahan perilaku siswa

 

7.      Kegiatan Bersalaman Menyambut Siswa di Pagi Hari

Setiap pagi semua guru dipiket bergantian dua atau tiga orang menyambut siswa dengan sepenuh hati. Terdapat komunikasi antara guru dan siswa. Guru harus memperhatikan setiap siswa yang datang untuk disapa dengan salam dan senyum. Hal ini untuk mewujudkan pendidikan karakter ramah dan santun. Pembiasaan karakter semacam ini harapannya agar mereka bisa menerapkan ketika berada di mana saja setiap kali ketemu dengan orang lebih tua agar lebih santun dan ramah. Kebiasaan bersalaman di pagi hari antara guru dan murid, membangun keakraban sehingga belajar di sekolah terasa nyaman dan aman. Karena itu guru saat ada murid datang harus diperhatikan, disapa, ditanyai kabarnya.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa:

a.         Guru piket menyambut kedatangan siswa di depan gerbang sekolah

b.         Dilakukan oleh guru dan siswa setiap pagi hari

c.         Peserta didik wajib untuk bersalaman dengan guru piket dengan sopan santun

d.        Jika peserta didik menggunakan kendaraan atau sepeda harus turun dan kemudian bersalaman dengan guru.

Kendali Mutu:

a.         Kepala Sekolah mengawasi jalannya proses pembiasaan

b.         Guru memberikan peringatan kepada siswa jika terdapat siswa yang langsung melewati guru tanpa bersalaman

 

8.      Rabu Film (Rafi)

Rabu Film (Rafi) yaitu kegiatan pemutaran film berbahasa Jawa/ film tentang budaya jawa. Kegiatan ini diharapkan dapat membentuk kebiasaan siswa dalam berbahasa dan berbudi pekerti yang halus sesuai karakter masyarakat suku Jawa yang halus.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakasa:

a.         Pemutaran film berbahasa jawa/film tentang budaya jawa diadakan 1bulan sekali pada hari rabu

b.         Pemuataran film berbahasa jawa/film tentang budaya jawa ditonton bersama-sama dari kelas1-6, guru dan kepala sekolah

c.         Film berbahasa jawa mengandung budi pekerti luhur

d.        Tim pelaksana bertanggung jawab atas kegiatan Rabu Film (Rafi)

e.         Guru yang mencari film berbahasa jawa yang mengandung budi pekerti luhur

f.          Guru yang menyiapkan alat-alat yang digunakan untuk pemutaraan (Rafi) film berbahasa jawa/film tentang budaya jawa seperti LCD, proyektor, sound, olor, dan tikar

 

Kendali Mutu:

a.         Kepala Sekolah mengawasi jalannya proses pembiasaan

b.         Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan pada setiap peserta didiknya

c.         Guru melakukan observasi terkait perubahan perilaku siswa

 

9.      Dongeng Budi Pekerti Menggunakan Bahasa Jawa

Dongeng Budi Pekerti menggunakan Bahasa Jawa merupakan sebuah kegiatan siswa dimana dalam dongeng tersebut menggunakan bahasa jawa dan memuat nilai nilai budi pekerti yang luhur

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.         Pelaksanaan dongeng budi pekerti Bahasa Jawa dilakukan setiap seminggu sekali

b.         Kegiatan dilaksanakan di sekolah dengan mengumpulkan seluruh siswa dilapangan

c.         Pendongeng berasal dari bapak ibu guru di sekolah sebagai contoh, kemudian digilir setiap perwakilan kelas juga membawakan dongeng didepan semua peserta didik

d.        Setiap akhir semester, akan dipentaskan penampilan dongeng terbaik dalam pementasan / panggung kreatifitas yang diadakan sekolah

Kendali Mutu :

a.         Kepala sekolah bertanggung jawab atas kegiatan ini

b.         Guru menyusun jadwal dongeng, setiap guru diwajibkan untuk membawakan dongeng setiap minggunya secara bergantian

c.         Guru menyiapkan properti dongeng jika diperlukan

 

10.  TTS Bahasa Jawa

Penerapan TTS sebagai media belajar dalam Bahasa Jawa, merupakan langkah awal yang bisa dijadikan sebagai penambahan kosakata dalam bertutur kata jawa dengan benar dan tepat, serta meningkatakan daya ingat dalam berbudi pekerti sesuai adat kebiasaan jawa.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.         Melakukkan pencetakan poster, setiap kelas dengan ukuran yang cukup besar, dan dapat dilepas pasang. Poster berisi kolom kolom TTS yang bisa setiap bulan di ganti, sesuai dengan tema yang diarahkan guru. Anak anak bisa menjawab TTS secara bersama dengan melihat soal yang tertera di Box Eksekusi. Misalnya pada bulan pertama adalah pengenalan silsilah lingkungan keluarga dalam adat/bahasa jawa. Bulan kedua pengenalan kata kata dalam kosakata penggunaan benda (contoh: depan, belakang, tengah, angkat, makan,dst) atau kosakata penempatan lokasi (contoh: ngalor, ngidul, etan, kulon, dst), dan dapat dilakukan dengan penulangan tema yang berbeda.

b.         Setelah waktu selesai dalam satu bulan, anak diminta untuk melakukan refleksi dengan cara pengulangan pembacaan TTS tersebut, anak diarahkan untuk beradab berbudi pekerti dengan kosakata dan penambahan ucapan dengan Bahasa Jawa. Sehingga anak anak dapat menerapkannya didalam kehidupan sehari hari.

c.         Guru membuat evaluasi kekurangan dan kelebihan dari penerapan TTS tersebut, apakah kosakata yang diajarkan benar dan tepat.

Kendali mutu :

a.         Guru dapat melihat praktek peserta didik apakah sudah bisa melaksanakan dan mempraktekannya.

b.         Guru bisa melihat pada papan peringatan apakah peserta didik yang melanggar benar sudah menuliskan dan menempelkannya.

c.         Guru mengevaluasi apakah benar kesepakatan sudah benar dilaksanakan dan juga melihat tanggung jawab peserta didik.

 

11.  Bahasa Jawa Sebagai Bahasa Pengantar Pembelajaran

Bahasa jawa sebagai bahasa pengantar dimana diberikan kepada peserta didik dengan melakukkan pembiasaan setiap hari dan juga membuat draf sehingga ada acuan yang bisa di praktekan kepada peserta didik.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.         Melakukkan pembiasaan setiap 1 minggu sekali di pagi hari dan juga membuat kalimat sederhana yang bisa diucapkan kepada guru ketika di sekolah ataupun orang tua ketika di rumah.

b.         Peserta didik memberikan pemahaman dengan mempraktekan di depan semua anggota dan digilir sehingga semuanya bisa dinilai apakah sudah bisa memahami  dan mempraktekan ucapan sederhana yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

c.         Semua peserta didik diharapkan dapat menghafalkan kalimat sederhana sehingga penerapan sikap dan sopan santun terbentuk dari pendidikan dasar yaitu anak SD.

Kendali mutu :

a.         Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan kepada peserta didik.

b.         Guru berhak memberikan  penguatan materi dalam penggunaan bahasa jawa dengan pengaitan materi ketika di kelas dalam pembelajaran bahasa jawa.

c.         Guru dapat mengevaluasi  dalam penghafalan para peserta didik setiap bulan untuk mengetes hafalan dan penerapan para peserta didik.

 

12.  Memutar Tembang Dolanan di Pagi Hari

Memutar tembang dolanan melalui speaker sekolah dan dapat didengar oleh seluruh warga sekolah setiap pagi hari dapat membentuk kebiasaan mendengarkan kosa kata bahasa Jawa. Sehingga secara otomatis akan tersimpan memori mengenai kosa kata bahasa Jawa dari tembang yang sudah didengarkan.

Standar Operasional Prakarsa :

a.         Pelaksanaan pemutaran lagu tembang dolanan dilakukan setiap hari , sebelum bel masuk berbunyi

b.         Secara langsung, siswa mendengarkan lagu tersebut

c.         Musik lagu dolanan sudah disediakan oleh guru, dan diputar oleh operatornya

Kendali Mutu :

a.         Guru kelas mengamati jalannya kegiatan mendengarkan tembang dolanan

b.         Kepala sekolah memastikan kegiatan itu selalu dilaksanakan setiap hari.

 

13.  Pentas Drama Jawa

Pementasan Drama Jawa merupakan sebuah pertunjukan siswa dimana dalam pementasan drama tersebut menggunakan dialog dalam bahasa jawa.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.         Pelaksanaan pementasan drama jawa diadakan saat akhir semester genap sebagai acara class meeting

b.         Peserta pementasan drama jawa yaitu kelas 1-6 yang dipilih melalui seleksi oleh wali kelas masing-masing

c.         Kegiatan dilaksanakan di sekolah dengan menyediakan panggung yang dihias oleh siswa dan guru.

d.        Pementasan drama ditonton oleh kepala sekolah, komite, guru dan orang tua / wali murid siswa.

e.         Supaya pementasan drama siswa berjalan maksimal diperlukan latihan dan gladi bersih yang matang

f.       Guru kelas menyusun  acara pentas drama :

g.      Guru membuat cerita, naskah dialog dan membagi peran siswa dalam pentas drama

h.      Guru menyiapkan properti pentas drama seperti kostum, make-up, alat musik/sound

 

Kendali Mutu :

a.       Kepala sekolah bertanggung jawab atas pementasan drama siswa

b.      Adanya kerjasama antara guru dan siswa jika ada siswa tidak menerapkan pembiasaan tersebut maka siswa juga mendapat teguran dari guru

c.       Guru mengawasi jalannya pembiasaan pada siswa

d.      Guru bisa melihat siswa sudah menerapkan pembiasaan dengan cara mengamati para peserta didik nya.

 

14.  Pembiasaan Mengucapkan Matur Nuwun (Terima Kasih dalam Bahasa Jawa)

Mengucapkan "Matur Nuwun” merupakan sebuah pembiasaan untuk murid ketika mendapatkan sesuatu seperti pelayanan, barang bahkan setelah mendapatkan pembelajaran dari guru di kelas.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.         Pengucapan “Matur Nuwun” dilakukan setiap hari ketika peserta didik mendapatkan sesuatu seperti pelayanan, barang dari rang lain dan setelah mendapatkan pembelajaran dari guru di kelas;

b.         Pengucapan “Matur Nuwun” dilakukan oleh semua siswa kelas 1-6

c.         Pelaksanaan kegiatan dilakukan di semua sudut sekolah

Kendali Mutu :

a.         Guru dapat melihat praktek peserta didik apakah sudah bisa melaksanakan dan mempraktekan cara pengucapan “Matur Nuwun” dengan benar.

b.      Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan kepada peserta didik.

c.       Guru dapat mengevaluasi pengucapan peserta didik setiap bulan untuk mengetes kesesuaian penerapan para peserta didik.

 

15.  Pembiasaan Mengucapkan Nyuwun Pangapunten (Maaf dalam Bahasa Jawa)

Mengucapkan "Nyuwun Pangapunten” merupakan sebuah pembiasaan untuk murid ketika akan menyela pembicaraan orang yang lebih tua, maka siswa tersebut mengucapkan “Nyuwun Pangapunten”.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

d.        Pengucapan “Nyuwun Pangapunten” dilakukan setiap hari ketika akan meminta ijin

e.         Pengucapan “Nyuwun Pangapunten” dilakukan oleh semua siswa kelas 1-6

f.          Pelaksanaan kegiatan dilakukan saat pembelajaran berlangsung

Kendali Mutu :

d.        Guru dapat melihat praktek peserta didik apakah sudah bisa melaksanakan dan mempraktekan cara pengucapan “Nyuwun Pangapunten” dengan benar.

e.       Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan kepada peserta didik.

f.       Guru dapat mengevaluasi pengucapan peserta didik setiap bulan untuk mengetes kesesuaian penerapan para peserta didik.

 

16.  Penghargaan Bintang Prasaja Kepada Peserta Didik

Bintang Prasaja merupakan sebuah penghargaan yang diberikan kepada peserta didik yang telah mampu menunjukkn sikap sopan dan santu dengan menerapkan ­unggah-ungguh Jawa.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa:

a.       Kriteria Peserta Didik yang Mendapatkan Penghargaan:

1)      Peserta didik mengisi buku kesopansantunan dengan kegiatan pembiasaan yang telah dilakukan;

2)      Peserta didik dalam sebulan minimal melakukan 1 kegiatan pembiasaan harian;

3)      Peserta didik dalam sebulan minimal melakukan 1 kegiatan pembiasaan mingguan.

b.      Peserta didik yang memenuhi kriteria selama 1 bulan berhak mendapakan badge “Bintang Prasaja Mula”;

c.       Peserta didik berhak untuk memperbarui badge “Bintang Prasaja Mula” ke “Bintang Prasaja Lanjut” jika telah melakukan pembiasaan selama 3 bulan berturut;

d.      Peserta didik yang telah melakukan pembiasaan selama 1 tahun pelajaran akan mendapat penghargaan badge “Bintang Prasaja Utama” pada akhir semester 2;

e.       Setiap tingkatan terdapat perbedaan warna dasar pada badge “Bintang Kesopanan” yaitu:

a.       Bintang Prasaja Mula dengan warna dasar : merah

b.      Bintang Prasaja  Lanjut dengan warna dasar : hijau

c.       Bintang Prasaja Utama dengan warna dasar : emas

f.       Setiap jenjang kelas dibedakan dengan angka yang tertera di badge “Bintang Prasaja”;

Kendali Mutu:

a.       Guru kelas mengawasi jalannya pembiasaan pada setiap peserta didiknya;

b.      Guru berhak memberikan penghargaan pada peserta yang memenuhi kriteria;

c.       Guru berhak menarik penghargaan pada peserta didik yang terbukti melanggar peraturan.

 

17.  Pemberian Peringatan Kepada Peserta Didik yang Tidak Melakukan Pembiasaan

Memberikan peringatan kepada peserta didik merupakan suatu konsekuensi yang diberikan karena tidak bisa melakukkan pembiasaan dengan baik dan juga prakteknya dalam percakapan sehari-hari. Hal ini menjadi suatu peringatan kepada peserta didik dan kemudian mengingat sehingga bisa benar untuk belajar menghafal.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa :

a.         Melakukkan tes kepada peserta didik dan mengulangi materi yang sudah diberikan akan tetapi jika tidak bisa menghafal maka harus ada pengulangan kalimat sederhana di hari berikutnya dengan pembenaran sehingga anak bisa mengingat dan menghafalkan.

b.         Memberikan hukuman/peringatan dengan menuliskan dan menempelkan pada papn peringatan yang dibuat.

c.         Membuat kesepakatan di dalam pembiasaan yang dibuat sehingga ketika ada yang melanggar maka tau konsekuensi hukuman yang harus dilaksanakan.

Kendali mutu :

g.         Guru dapat melihat praktek peserta didik apakah sudah bisa melaksanakan dan mempraktekannya.

h.         Guru bisa melihat pada papan peringatan apakah peserta didik yang melanggar benar sudah menuliskan dan menempelkannya.

i.           Guru mengevaluasi apakah benar kesepakatan sudah benar dilaksanakan dan juga melihat tanggung jawab peserta didik.

 

18.  Pembiasaan Melakukan Percakapan dengan Teman Sebaya Menggunakan Bahasa Jawa

Tujuan prakarsa melakukan percakapan dengan teman sebaya menggunakan bahasa jawa untuk membiasakan dan kegiatan ini wujud kecintaan kita terhadap budaya jawa yang adiluhung.

Standar Operasional Pelaksanaan Prakarsa:

a.         Kriteria peserta didik yang melakukan kegiatan percakapan dengan teman sebaya adalah seluruh siswa kelas 1-6

b.         Siswa melakukan percakapan dengan teman sebaya menggunakan bahasa jawa ketika kegiatan di luar kelas

c.         Siswa melakukan percakapan menggunakan bahasa jawa karma alus minimal 3 kalimat contohnya dalam meakukan percakapan waktu jam istirahat Rosita: “mbak, aku nyuwun jajane ya…” Isna: “Nggih Angsal”

Kendali Mutu:

a.         Adanya kerjasama antara guru dan siswa jika ada siswa tidak menerapkan pembiasaan tersebut maka siswa juga mendapat teguran dari guru

b.         Guru mengawasi jalannya pembiasaan pada siswa

c.       Guru bisa melihat siswa sudah menerapkan pembiasaan dengan cara mengamati para peserta didik nya.

 

19.  Pembiasaan Melakukan Percakapan dengan Orang yang Lebih Tua Menggunakan Bahasa Jawa Krama

Tujuan melakukan percakapan dengan yang lebih tua menggunakan Bahasa Jawa yaitu untuk sarana pendidikan karakter dan menanamkan nilai budi pekerti luhur.

Standar Operasional Pelaksanaan:

a.       Pembiasaan ini di lakukan di lingkungan sekolah maupun di rumah

b.      Siswa melakukan pembiasaan ketika berbicara kepada guru dan kakak kelas

c.       Siswa menggunakan kaliamat bahasa jawa karma alus minimal ketika sedang bertanya maupun menyapa.

Kendali Mutu:

a.       Guru bisa mengobservasi penerapan pembiasaan siswa dengan cara melihat perbedaan perilaku setiap hari di sekolah

b.      Guru membuat laporan tertulis dari hasil observasi kepada siswa

 

 

 


 

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.      Kelebihan

Dari penerapan program PRASAJA memiliki kelebihan antara lain: (1) Siswa memiliki bahasa dan budi pekerti yang halus; (2) Siswa mampu menempatkan diri bagaimana berkomunikasi dengan lawan bicara sesuai tingkatan bahasa Jawa ngoko, madya, krama; (3) Siswa memilki kemampuan multi bahasa karena bahasa pengantar di sekolah menggunakan bahasa yang beragam yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; dan (4) Munculnya sikap menghargai dan menghormati keberagaman khususnya dalam berbahasa.

 

B.       Kekurangan 

Dari penerapan program PRASAJA memiliki kekurangan antara lain: (1) Hasil dari pembiasaan tidak dapat langsung muncul dari diri siswa, perlu waktu yang lama untuk melihat hasil pembiasaan karakter siswa; (2) Pembiasaan yang dilakukan di sekolah juga perlu diterapkan kembali di rumah terutama penggunaan bahasa jawa halus dalam berkomunikasi harus sejalan dan sinergis. Bila terjadi perbedaan bahkan bertolak belakang antara pembiasaan penggunaan bahasa jawa halus di sekolah dan di rumah akan berdampak tidak efektifnya penanaman karakter tersebut.


 

BAB V
PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Berdasarkan masalah yang muncul di sekolah maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya program PRASAJA dapat memanfaatkan bahasa Jawa sebagai baha pengantar ketika pembelajaran selain pelajaran bahasa Jawa. Implementasi program  PRASAJA yang efektif dapat meningkatkan rasa sopan santun peserta didik kepada orang yang lebih tua karena menggunakan bahasa Jawa yang mempunyai karakter bahasa yang halus. Penerapan program ini juga ditujukan untuk membentuk warga sekolah bukan hanya peserta didik namun kepala sekolah, guru hingga karyawan menjadi memiliki budi pekerti yang halus sehingga ketika warga sekolah menjadi anggota keluarga dan anggota masyarakat tetap menjadi pridadi yang halus budi pekertinya.

 

B.       Lessons Learned

Adapun Lessons learned yang didapat dan dapat dipelajari dalam proses penerapan program PRASAJA yaitu pentingnya perencanaan program penanaman budi pekerti yang halus pada peserta didik yang dapat dilakukan dengan menggunakan pembiasaan berbahasa Jawa krama. Pentingnya komunikasi dengan wali murid, sehingga pengembangan berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan yang ingin dicapai.

 

C.       Rekomendasi/Saran

Adapun rekomendasi atau saran yaitu melakukan pembiasaan secara teratur, sehingga ada dapat diketahui perubahan pada peserta didik untuk mejadi pribadi yang baik. Menerapkan aturan yang dibuat bersama dengan peserta didik agar pembiasaan tersebut menjadi bermakna. Memberikan tambahan materi bahasa Jawa setelah pembelajaran bahasa Jawa selesai.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arafik. M. & Rumidjan.2016. Profil Pembelajaran Unggah-Ungguh Bahasa Jawa Di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar : Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, 25 (1) : 55-61.

 

Arfianingrum, P. 2020. Penerapan Unggah-Ungguh Bahasa Jawa Sesuai dengan Konteks Tingkat Tutur Budaya Jawa. Jurnal Prakarsa Paedagogia, 3(2) :137-141.

 

Bahauddin, Muhammad. 2019. “Laporan Implementasi Proyek Perubahan Integrasi Basis Data Sistem Informasi Manajemen Jaminan Pendidikan Daerah (Asisten Mas Jaka) Di Upt Pengelola Jaminan Pendidikan Daerah Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta” , file:///C:/Users/HP/Downloads/d4e6da937d3e9d64e42a0a90c6c7aa08.pdf, diakses pada 27 November pukul 18.29.

 

Chotimah, C.2019. Analisis Penerapan Unggah Ungguh Bahasa Jawa dalam Nilai Sopan Santun. International Journal of Elementary Education, 3(2) : 202-209.

 

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diunduh dari https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wpcontent/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf pada 25 November 2022.

 

Handayani, Tri & Endang, H. (2018). Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan Penggunaan Bahasa Jawa Siswa Di SD Karangmulyo Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(4) : 415-419.

 

Latifah, N.2015. Pendidikan dan Penanaman Budi Pekerti. SOCIETY, 6(2), 1–10. https://doi.org/10.20414/society.v6i2.1469 .

 

Made Pidarta. 2011. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

 

Masita. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Lokal pada Masyarakat Muslim. Salam, 15 (2).

Muhtadi, A.2010. Strategi Implementasi Pendidikan Budi Pekerti Yang Efektif di Sekolah. Dinamika Pendidikan, 17 (1) : 30-39.

 

Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Pertiwi, H. 2020. Menumbuhkan Sikap Sopan Santun Dalam Kehidupan Sehari – Hari Melalui Layanan Klasikal Bimbingan Dan Konseling Kelas XI SMA Negeri 3 Sukadana. Jurnal Inovasi BK, 2 (2) : 65-69.

 

Pranata, A. 2016. Strategi Pendidikan Karakter berbasis Budaya di SMAN 9 Yokyakarta. Jurnal Kebijakan Pendidikan, 5(3): 231.

 

Rohmah, N.R. 2021. Pengelolaan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Jawa pada Satuan Pendidikan. Intizam: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 4(2): 63-73.

 

Sabli, 2020. “Pengembangan Model Smart Training Ptk Bispar Berstandar Industri Di Bisnis Dan Pariwisata” , file:///C:/Users/HP/Downloads/75e8d43d561dd7b32fa93e59f701536b.pdf, diakses pada 27 November pukul 19.22.

Suharsimi, A. & Lia Yuliana. 2008. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.

 

Sulthoni. 2016. Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti Di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar : Kajian Teori dan Praktik Pendidikan. 25(2): 100-108.

 

Sutjipto. 2014. Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekola Dasar . Jurnal Pendidian dan Kebudayaan, 3(4) 483-498

 

Yulianti, I., dkk. Penerapan Bahasa Jawa Krama untuk Membentuk Karakter Sopan Santun Di Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global” Kudus, 11 April 2018 160-165 .

 

https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/indeks-karakter-siswa-menurun-refleksi-pembelajaran-masa-pandemi diakses pada 24 November 2022 22:37

Comments

Popular posts from this blog

Lagu Sayang dan makna bahasa jawa

Teaching Writing

Evaluasi pembelajaran dalam literasi